Ketika Para Ulama Menjadi Ayah, Inilah Hasilnya!

Ketika Para Ulama Menjadi Ayah, Inilah Hasilnya!


Para ulama besar juga seperti manusia pada umumnya, memiliki keluarga, anak, dan berinteraksi sebagai seorang ayah. Namun bedanya meraka memiliki kelebihan di bidang yang mereka miliki.

Dengan kelebihan itu, tentu cara mereka dalam mendidik anak - anaknya bukan dengan cara yang " biasa ". Para ulama, meski meraka memilki segudang aktivitas dan tanggung jawab terhadap umat dan negara, Mereka tetap tidak lalai dalam mendidik anak - anaknya.

Keluarga As Subki di wilayah Manufiyah mesir dikenal sebagai keluarga ulama. mulai dari sang kakek adalah Qadhi Zainuddin, sang ayah samapai ketiga putranya, Baha'uddin As Subki, Tajuddin As Subki serta Husain Jamaludin Abu At Tayyib juga merupakan jajaran ulama besar.

Meski sibuk menjalankan tugasnya sebagai seorang Qadhi, Imam Tajuddin As Subki tetap bisa menjalankan peranya sebagai seorang ayah dalam mengajari dan mendidik langsung putra - putra beliau. 

Dibeberapa kesempatan terlihat bahwa Imam Taqiyuddin banyak mengajari anak - anaknya agar bertawadhu. Ketika guru Tajuddin as Subki yakni Al Hafidz Al Mizzi memberi kesempatan kepadanya untuk mengajar menggantikan posisi sang guru di Dar Al Hadist Al Ashrafiyah, namun Imam Taqiyuddin mencegahnya dan menyatakan bahwa Tajuddin belum pantas karena usianya masih belia.

Tajjudin sendiri bisa menangkap bahwa penolakan ayahnya dalam rangka untuk mendidiknya,"umurku belum cukup sebagai seorang faqih kecuali di Dar Al Hadist Al Ashrafiyah aku hanya mengulang pelajaran kepada ayah. Sedangkan ayah menghendaki agar aku mengajar tatkala umurku sudah cukup. Demikianlah ayah mendidik kami"

Meski mengjar anak sendiri, Imam Taqiyuddin juga memiliki murid dari para pencari ilmu lainya, 
Dan dalam mengajar anaknya sendiri, Imam Taqiyuddin juga memiliki murid dari para pencari ilmu lainya. dan dalam mengajar, beliau juga mendidik agar anak - anaknya menaruh hormat kepada muridlainya. Tidak hanya mengajari untuk tawadhu kepada manusia, Imam Tajuddin pun mengajari agar putranya tidak merendahkan mahluk Allah meski untuk seekor hewan sekalipun.

Selalu mengontrol Hasil Belajar

Meski Tajuddin juga berguru kepada ulama besar lainya, namun ayah beliau selalu mengontrol hasil belajarnya, hingga Tajuddin hafal istilah - istilah yang digunakan sang ayah saat menyebut para guru.

Tidak hanya meluangkan waktu untuk mengontrol belajar anak, bahkan Imam Taqiyuddin penah menunda kepergianya di saat datang perintah kepada belau agar peindah ke Mesir dan menjadi qadhi di sana. Hal itu beliau lakukan dalam rangka memberi kesempatan kepada Tajuddin agar menuntaskan belajarnya kepada ahli nahwu saat itu yakni Imam Abau Hayyan Al Andalusi.

Setelah jerih payah dilakukna sang ayah untuk mendidik putra-putranya dengan taufiq Allah keshalihan keluarga Imam Taqiyuddin mengharumkan nama kampung As Subk meski mereka telah lama wafat. Ali Basya Mubarak dalam Khuththut At Taufiqiyah menyabutkan, "Allah telah menjadikan desa ini (As Subk) tersohor diantara wilayah-wilayah lainya dan ia disebut-sebut di sepanjang zaman dikarenakan pernah ditinggali oleh Imam Taqiyuddin as Subki bersama putranya Imam Abdul Wahab (Tajuddin)".

Tanamkan Ahlak dengan Makan Halal

Al Imam Al Haramain Al Juwaini juga di golongkan sebagai ulama besar yang memperoleh pendidikan dari keluarga shalih. Ayah beliau juga ulama besar yang tidak lain adalah Syeikh Abau Muhammad Al Juwaini, sedangkan ibu beliau seorang wanita shalihah yang sangat hati - hati dalam masalah makanan yang di konsumsi. Dan paman beliay adalah Abu Hasan Ali bin Yusuf Al Juawaini yang juga seorang muhaddists shufi yang dikenal dengan sebutan Syeikh Al Hijaz. Hafidz Ibnu Asakir mengungkapkan, " Beliau (Imam Al Haramain) dididk keluarga imam dan disusui dengan ilmu dan kehati-hatian".

Sang ayah sendirilah yang membekali ilmu Imam Al Haramaian di sammping memberi suri tauladan. Beliau adalh guru pertama Imam Al Haramaian, sehingga ia juga menyebut ayahnya sendiri dengan panggilan "syeikh".

Namun ada hal yang lebih spesifik disamping suri tauladan dan mengajarkan ilmu, yakni Imam Abu Muhammad Al juwaini amat ketat dalam masalah kehalalan makanan yang dikonsumsi oleh putranya. Sejak Imam Al Haramain lahir, sang ayah sudah berpesan agar tidak disusui kecuali dari air susu ibunya sendiri yang di kenal wara ' ( hati - hati ) dengan apa yang dikonsumsi.

Namun, suatu saat ketika sang ibu sakit dan sang bayi menangis, seorang wanita tetangga berinisiatif untuk menyusuinya. Ketika Imam Abu Muhammad mengetahui hai itu, beliau segera berusaha mengeluarkan air susu yang sudah ditelan si bayi dengan memasukkan jarinya ke kerongkongan dan hal itu beliau lakukan terus - menerus, hingga bayi itu muntah dan seluruh isi perutnya keluar. kemudian beliau menyampaikan, "Kecelakaan bayi ini lebih mudah aku terima daripada ia rusak prilakunya dikarena meminum susu bukan dari susu ibunya."

Imam Tajuddin As Subki juga mengkisahkan hal yang sama, namun beliau memiliki penafsiran berbeda, yakni bahwa Imam Abu Muhammad menolak penyusuan anaknya oleh budak tetangga disebabkan si pemilik budak belum memberikan izin.

Walhasil, bagi Imam Abu Muhammad keshalihan anak tidak hanya dibentuk dengan pendidikan secara verbal saja, namun juga perlu di topang dengan kesalihan keluarga dan kehalalan makanan yang dikonsumsinya serta taufiqq dari Allah Ta'ala.

Doa Ayah Imam Al Ghazali

Sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Abu Muhammad Al Juwaini, ayah Imam Al Ghazali, Syeikh Muhammad juga dikenal sebai ahli zuhud yang menjaga makanan. Beliau juga sering menghadiri majelis ilmu para ulama dan selalu menangis jika mendengar nasihat majelis tersebut. Di saat dalam kondisi demikian biasanya beliau berdoa agar kelak putranya menjadi seorang yang faqih. Dan Allah telah menjawab doanya.

Tentu amat banyak contoh-contoh dari para ulama lainya selain yang telah di paparkan di atas. Mudah-mudahan sebagai orang tua, lebih-lebih sebagai ayah, kita bisa mengambil suri tauladan dari manusia-manusia yang dipilih Allah tersebut.

Previous
Next Post »

5 komentar

Click here for komentar
NYAMUKKURUS
admin
5 Oktober 2015 pukul 21.04 ×

iya gan akhlak penting apalagi menanamkan akhlak dengan makanan halal kepada anak, terima kasih artikel nya gan sangat bermanfaat

Reply
avatar
Unknown
admin
6 Oktober 2015 pukul 13.02 ×

iya gan tanpa makanan halal sia-sia juga nambah pendiddikan. terimakasih atas kunjungannya juga gan :D

Reply
avatar
6 Oktober 2015 pukul 13.14 ×

para ulama memang hebat, tetap mampu membimbing dan mendidik anak2nya di tengah kesibukan aktivitas dan tanggung jawab terhadap umat dan negara.

Reply
avatar
Unknown
admin
6 Oktober 2015 pukul 14.34 ×

yap bener banget gan

Reply
avatar
Bill
admin
6 Oktober 2015 pukul 17.30 ×

Ulama mendidik anaknya mengutamakan kaidah islam yang memang mengandung unsur kebaikan, bahkan bukan hanya ulama saja tetapi ada juga beberapa orang yang melakukan hal yang sama, ane pernah nonton anak umur sektia 4 tahunan udah bisa lancar baca beberapa ayat Al-Qur'an.

Reply
avatar